"Kau tau kar? Itu semua seperti takdir, dan aku...Argghhtt!! Aku tidak mengerti untuk ini." Ucap ku pada Sekar sahabatku.
"Ya aku memang kurang mengerti kenapa kejadian ini seperti sudah tertata dengan rapi, tapi apa kau yakin dia bukan penguntit? Ayolah seperti kamu enggak paham aja gimana jaman sekarang, ingat banyak modus." Sekar berkata sambil membawakan minuman dingin ke kasur tempat aku bersandar.
"Terima kasih." Ucapku.
Mungkin apa yang di katakan Sekar memang benar, mungkin ini bukan sebuah kebetulan, mungkin saja memang sudah di rencanakan si penguntit itu, apa lagi di jaman sekarang banyak cowo yang enggak bisa di percaya. Namun itu semua masih berkutat di kepala, membuat semalaman ku harus merasa benci dan terpesona dengan bersamaan.
"Kar, aku pamit ya. Sudah jam 10 nih, nanti aku terlambat kuliah jam pertama." Seraya mengambil tas di atas ranjangnya, aku pun bergegas pergi.
"Yaudah, hati-hati, dan jangan lupa pesanan ku." Teriaknya dari dalam rumah.
"Siap, tapi jangan lupa untuk menyelesaikan tugas milik ku ya." Aku pun kembali meneriakinya dari luar.
"Siap kapten!!"
Aku pun bergegas ke arah stasiun terdekat, dan lagi-lagi perasaan kesal bercampur aduk, tapi aku masih penasaran dengan dia. Tapi apakah jika kita bertemu kembali, akan di sebut takdir atau dia memang seorang penguntit? Di satu sisi aku takut jika memang dia benar-benar penguntit yang mempunyai alasan buruk, dan lain lagi, aku begitu tertarik dengan kebetulan ini.
Setiba di stasiun, aku mencari tempat duduk. Sekelilingku begitu ramai di jam berangkat kerja seperti ini. Padanganku tertuju pada ujung peron, tapi di sana tidak ada tempat duduk, hanya terlihat sebuah tembok besar. Dan pikir ku cukup untuk bersandar sebentar, walaupun tanpa alas duduk. Bergegas kesana, aku pun bersandar. Selagi menunggu kereta yang akan datang sekitar 30 menit lagi, mungkin dengan berkicau di sosmed, cukup menunda suntuk.
"Kau tau? Bagaimana rasa semalam, tercampur pada adukan waktu yang tidak menentu. Kau, semoga takdir yang di tunggu." -Senja. Entah apa yang terpikir di kepala untuk menulis sesuatu hal yang aku tau pasti orang itu tidak akan membacanya. Kemudian aku kembali mebaca kicauan di timeline, sedikitnya aku tertawa dengan kicauan-kicauan guyonan receh milik para selebsosmed yang aku follow. Cukup menghibur ketika sedang menunggu.
Seketika aku terdiam menelan ludah, mataku tertuju pada kicauanku sore lalu. Tidak, tidak, bukan kicauanku yang aneh, tapi postingan kicauan sebelumku dengan username "Law". Mengingatkanku pada nama pria kemarin. "Mungkin kah dia?" pikirku di kepala. Aku pun dengan sigap nge-stalk akun yang bernamakan "Law" tersebut, segelintir kicauan yang aku lihat dan beberapa foto hampir menunjukan jika memang ia orangnya, tapi masih kurang karena tidak ada fotonya sendiri. Dan kemungkinan kita telah lama saling mengikuti.
"Mungkin malam menjadi penghantar, menyatukan pikiran yang mencoba di terka dengan kata kita. Apakah sama? Kebetulan yang bodoh."-Law. Tak lama ketika aku sedang melihat profil miliknya, postingan baru muncul. Sekali lagi, aku terpaku. Mungkin ini kesempatan untuk aku mencoba, apa akun itu memang dia atau bukan. Tangan ku sedikit gemetar ketika mengetik keypad.
"Kau? Apa itu kau? Sebuah kebetulan yang mungkin sama dengan rasa pada semalam?"-Senja. Aku pun me-refresh timeline sesekali. Dan 1 menit berlalu, untuk seorang yang sedang dalam perasaan penasaran yang gantung seperti ini, 1 menit cukup terasa lama. Detik demi detik pun berlalu karena tidak sabar, aku merasa dia tidak membaca, atau memang bukan dia? Ya mungkin perasaan penasaran ini membuat aku terlihat bodoh. Atau mungkin jatuh cinta yang kebetulan? Bodoh.
"Aku? Siapa aku? Seorang bodoh, dengan bekas pukulun yang tepat pada senja."-Law. "Deg...Deg...Deg..." detak jantungku seakan melambat, diiringi senyum simpul dan warna merah merona pada pipi. Tidak lama aku pun membalas. "Maaf untuk sebuah pukulan senja yang kebetulan itu, bagaimana rasa-nya menjadi penguntit yang ku kagumi?"-Senja.
"Tidak, mungkin maaf pun tidak menghapus bekas panah senjamu. Dan lagi, cerita ini kebetulan yang terus kau terka sebagai kesengajaan."-Law.
"Lalu, bagaimana menghapus bekas itu? Ya, kau tau? Apapun cerita yang kau sebut kebetulan ini, membuat malamku menyeramkan."-Senja.
"Untuk apa menghapusnya? Nyatanya aku mati terasa untuk panah asmara. Seperti apa malammu itu?"-Law
"Kau sungguh? Aku benci penyair sepertimu. Aku tidak dapat menuliskannya, tapi yang ku tau seperti rasa penasaran beriring dengan rindu."-Senja
"Kenapa kau benci yang mengatas nama-kan aku? Bagaimana jika kita meluruskannya yang kau sebut rindu?"-Law
"Karna penyair dengan sejuta kata manis bohongmu, terkadang membuat wanita lupa bagaimana caranya berlogika."-Senja. Karna tidak cukup karakter untuk membalasnya, akupun dengan sigap berkicau untuk kedua kalinya.
"Bagaimana tentang cara meluruskan yang kau bilang? Kau gila dengan segalanya."-Senja
"Tapi tak lebih dari kau, si kucing kecil pencuri hati. Berharap pada rotasi kehidupan, takdir mungkin menunjukkan jalan."-Law
"Untuk apa pembicaraan hati? Kita hanya sekali bersua, dan kau tau? itu tak mungkin ada. Jika begitu? Berharap semoga kita bertatap."-Senja
"Kau tau? Di dunia tidak pernah ada kata tidak mungkin, semua punya kejutan di luar nalar. Dan semoga, aku sedang mengaminkan."-Law
Aku pun menghentikan kicauanku, dan beberapa teman-temanku marah karena aku merusak timeline mereka dengan kicauan-kicauan ku yang entah buat siapa. Ya, memang karna kita tidak saling memposting dengan mentautkan nama, hanya pada timeline masing-masing.
Setelah berakhirnya itu semua, kereta yang aku tunggu telah tiba. Dan mungkin takdir pun mengatakan sudah cukup untuk hari ini, akupun berjalan ke tengah dan menunggu penumpang untuk turun. "Tepat pada surya meranjak ke atas kepala, kau membuat aku jatuh tanpa luka, nikmat dengan cinta." Tepat aku masuk melewati pintu, terdengar seperti suara yang pernah ku kenali tapi tidak sering. Mataku tertuju pada pria yang membelakangi pintu kereta. Sebelum pintu itu tertutup aku menyempatkan memanggil namanya dengan pelan.
Ya aku yakin dia mendengarnya, dari kejauhan terlihat besit senyum dan lambaian tangannya. Tanganku sentak menutup mulut menahan senyum, degub jantung semakin tidak beraturan. Dan dia benar, ini yang disebut jatuh tanpa luka, nikmat dengan cinta.
"Argggghhh... Sekar, akan ku perjelas nanti jika kita bertemu. Ini sebuah takdir bukan sebuah kebetulan yang di rencanakan seorang penguntit." Teriakku dalam hati.
Setiba di stasiun, aku mencari tempat duduk. Sekelilingku begitu ramai di jam berangkat kerja seperti ini. Padanganku tertuju pada ujung peron, tapi di sana tidak ada tempat duduk, hanya terlihat sebuah tembok besar. Dan pikir ku cukup untuk bersandar sebentar, walaupun tanpa alas duduk. Bergegas kesana, aku pun bersandar. Selagi menunggu kereta yang akan datang sekitar 30 menit lagi, mungkin dengan berkicau di sosmed, cukup menunda suntuk.
"Kau tau? Bagaimana rasa semalam, tercampur pada adukan waktu yang tidak menentu. Kau, semoga takdir yang di tunggu." -Senja. Entah apa yang terpikir di kepala untuk menulis sesuatu hal yang aku tau pasti orang itu tidak akan membacanya. Kemudian aku kembali mebaca kicauan di timeline, sedikitnya aku tertawa dengan kicauan-kicauan guyonan receh milik para selebsosmed yang aku follow. Cukup menghibur ketika sedang menunggu.
Seketika aku terdiam menelan ludah, mataku tertuju pada kicauanku sore lalu. Tidak, tidak, bukan kicauanku yang aneh, tapi postingan kicauan sebelumku dengan username "Law". Mengingatkanku pada nama pria kemarin. "Mungkin kah dia?" pikirku di kepala. Aku pun dengan sigap nge-stalk akun yang bernamakan "Law" tersebut, segelintir kicauan yang aku lihat dan beberapa foto hampir menunjukan jika memang ia orangnya, tapi masih kurang karena tidak ada fotonya sendiri. Dan kemungkinan kita telah lama saling mengikuti.
"Mungkin malam menjadi penghantar, menyatukan pikiran yang mencoba di terka dengan kata kita. Apakah sama? Kebetulan yang bodoh."-Law. Tak lama ketika aku sedang melihat profil miliknya, postingan baru muncul. Sekali lagi, aku terpaku. Mungkin ini kesempatan untuk aku mencoba, apa akun itu memang dia atau bukan. Tangan ku sedikit gemetar ketika mengetik keypad.
"Kau? Apa itu kau? Sebuah kebetulan yang mungkin sama dengan rasa pada semalam?"-Senja. Aku pun me-refresh timeline sesekali. Dan 1 menit berlalu, untuk seorang yang sedang dalam perasaan penasaran yang gantung seperti ini, 1 menit cukup terasa lama. Detik demi detik pun berlalu karena tidak sabar, aku merasa dia tidak membaca, atau memang bukan dia? Ya mungkin perasaan penasaran ini membuat aku terlihat bodoh. Atau mungkin jatuh cinta yang kebetulan? Bodoh.
"Aku? Siapa aku? Seorang bodoh, dengan bekas pukulun yang tepat pada senja."-Law. "Deg...Deg...Deg..." detak jantungku seakan melambat, diiringi senyum simpul dan warna merah merona pada pipi. Tidak lama aku pun membalas. "Maaf untuk sebuah pukulan senja yang kebetulan itu, bagaimana rasa-nya menjadi penguntit yang ku kagumi?"-Senja.
"Tidak, mungkin maaf pun tidak menghapus bekas panah senjamu. Dan lagi, cerita ini kebetulan yang terus kau terka sebagai kesengajaan."-Law.
"Lalu, bagaimana menghapus bekas itu? Ya, kau tau? Apapun cerita yang kau sebut kebetulan ini, membuat malamku menyeramkan."-Senja.
"Untuk apa menghapusnya? Nyatanya aku mati terasa untuk panah asmara. Seperti apa malammu itu?"-Law
"Kau sungguh? Aku benci penyair sepertimu. Aku tidak dapat menuliskannya, tapi yang ku tau seperti rasa penasaran beriring dengan rindu."-Senja
"Kenapa kau benci yang mengatas nama-kan aku? Bagaimana jika kita meluruskannya yang kau sebut rindu?"-Law
"Karna penyair dengan sejuta kata manis bohongmu, terkadang membuat wanita lupa bagaimana caranya berlogika."-Senja. Karna tidak cukup karakter untuk membalasnya, akupun dengan sigap berkicau untuk kedua kalinya.
"Bagaimana tentang cara meluruskan yang kau bilang? Kau gila dengan segalanya."-Senja
"Tapi tak lebih dari kau, si kucing kecil pencuri hati. Berharap pada rotasi kehidupan, takdir mungkin menunjukkan jalan."-Law
"Untuk apa pembicaraan hati? Kita hanya sekali bersua, dan kau tau? itu tak mungkin ada. Jika begitu? Berharap semoga kita bertatap."-Senja
"Kau tau? Di dunia tidak pernah ada kata tidak mungkin, semua punya kejutan di luar nalar. Dan semoga, aku sedang mengaminkan."-Law
Aku pun menghentikan kicauanku, dan beberapa teman-temanku marah karena aku merusak timeline mereka dengan kicauan-kicauan ku yang entah buat siapa. Ya, memang karna kita tidak saling memposting dengan mentautkan nama, hanya pada timeline masing-masing.
Setelah berakhirnya itu semua, kereta yang aku tunggu telah tiba. Dan mungkin takdir pun mengatakan sudah cukup untuk hari ini, akupun berjalan ke tengah dan menunggu penumpang untuk turun. "Tepat pada surya meranjak ke atas kepala, kau membuat aku jatuh tanpa luka, nikmat dengan cinta." Tepat aku masuk melewati pintu, terdengar seperti suara yang pernah ku kenali tapi tidak sering. Mataku tertuju pada pria yang membelakangi pintu kereta. Sebelum pintu itu tertutup aku menyempatkan memanggil namanya dengan pelan.
Ya aku yakin dia mendengarnya, dari kejauhan terlihat besit senyum dan lambaian tangannya. Tanganku sentak menutup mulut menahan senyum, degub jantung semakin tidak beraturan. Dan dia benar, ini yang disebut jatuh tanpa luka, nikmat dengan cinta.
"Argggghhh... Sekar, akan ku perjelas nanti jika kita bertemu. Ini sebuah takdir bukan sebuah kebetulan yang di rencanakan seorang penguntit." Teriakku dalam hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar